Minggu, 27 Maret 2011

Robot-Robot Canggih yang Diciptakan Untuk Mengatasi Bencana Radiasi



Di tengah krisis nuklir yang terjadi di Jepang, robot-robot canggih berunjuk gigi dan siap melawan radiasi. Beberapa robot didatangkan khusus dari Australia, Amerika Serikat, dan Perancis guna mengatasi permasalahan terkait reaktor di Fukushima.
Di tengah krisis nuklir yang terjadi di Jepang, robot-robot canggih berunjuk gigi dan siap melawan radiasi. Beberapa robot didatangkan khusus dari Australia, Amerika Serikat, dan Perancis guna mengatasi permasalahan terkait reaktor di Fukushima.


1. Monirobo (Monitoring Robot)


Monirobo didesain untuk bekerja di lingkungan dengan level radiasi yang terlalu tinggi bagi manusia. Robot seberat 600 kg ini memiliki lengan manipulator untuk menyingkirkan rintangan dan mengambil sampel.

Selain itu, robot ini juga dilengkapi detektor radiasi, kamera 3 dimensi, serta sensor temperatur dan kelembaban.

Robot setinggi 1,5 meter ini dikembangkan oleh Pusat Keselamatan Teknologi Nuklir Jepang dan Menteri Ekonomi, Perdagangan, dan Industri Jepang setelah peristiwa kecelakaan nuklir Tokaimura pada tahun 1999.

Mampu bergerak dengan kecepatan 2,4 km/jam, robot ini memiliki pelindung anti-radiasi yang diperlukan untuk melindungi sensor dan peralatan elektronik yang dimilikinya.



2. Rainbow 5


Robot ini merupakan robot pertama produksi Tokyo Fire Department. Diperkenalkan pada tahun 1986, robot ini sebenarnya merupakan robot penyemprot air dan digunakan saat situasi kebakaran terlalu berbahaya bagi manusia.

Robot ini membantu menyemprotkan air dengan selang sepanjang 800 meter langsung ke kolam bahan bakar bekas di reaktor nomor 3 selama 13 jam.



3. 510 Packbots dan 710 Warriors


Kedua robot tersebut dikembangkan oleh iRobot Corporation of Bedford di Massachusetts. Robot ini bisa bergerak lebih lincah daripada Monirobo.

Keduanya mampu menaiki tangga, bahkan Warrior mampu menarik selang. Kelemahan dua robot tersebut adalah tak memiliki lapisan pelindung radiasi.



4. ERASE, EROS, dan ERELT


ERASE, EROS, dan ERELT adalah robot-robot yang dikembangkan oleh INTRA (Groupe d'INTervention Robotique sur Accidents). Ketiga robot tersebut khusus dirancang untuk mengatasi kecelakaan nuklir.

ERASE memiliki berat 6 ton dan memiliki manipulator hidraulis yang kuat. Adapun EROS dikhususkan untuk operasi di dalam ruangan.

Sementara itu, ERELT merupakan robot radio relay yang bisa dikontrol dari jarak beberapa kilometer. Pengiriman robot ini dibatalkan karena Jepang mengatakan belum memerlukannya.

Sumber :
sains.kompas.com


Sabtu, 26 Maret 2011

MENYUSUN ABSTRAK


Pengertian umum
Abstrak merupakan penyajian singkat mengenai isi tulisan sehingga pada tulisan ia menjadi bagian tersendiri. Abstrak berfungsi untuk menjelaskan secara singkat kepada pembaca tentang apa yang terdapat dalam suatu tulisan. Pada umumnya abstrak diletakkan pada bagian awal sebelum bab-bab penguraian. Menurut sifatnya, abstrak dapat dibagi menjadi abstrak yang bersifat deskriptif yang dalam Bahasa Inggris disebut Abstract dan abstrak yang bersifat informatif. Abstrak informatif terbagi menjadi ringkasan (precise) dan ikhtisar (summary). Dalam tulisan ilmiah yang disusun untuk memperoleh gelar lewat penelitian seperti skripsi, tesis dan disertasi, umumnya jenis abstrak yang digunakan adalah yang berwujud ringkasan, sedangkan ikhtisar lebih banyak digunakan pada tulisan ilmiah yang diterbitkan dalam bentuk buku.

Abstrak Deskriptif atau Abstract
Sebagai abstrak deskriptif, Abstrak hanya menyajikan uraian yang sangat singkat tentang isi tulisan tanpa menyatakan apa yang dibahas dalam aspek-aspek yang tercakup pada tulisan itu sendiri. Dengan kata lain, untuk menjelaskan gagasan utama yang terdapat pada tulisan, Abstrak cukup disusun dalam kalimat tunggal sehingga Abstrak tidak memerlukan perincian yang bersifat detil ataupun contoh-contoh yang bersifat ilustratif. Pandangan penulis tentang karyanya pun tidak akan tampak dalam Abstrak. Pendek kata, pada Abstrak penulis hanya menyajikan hal-hal yang bertalian dengan topik atau menyajikan semata-mata tentang problematika yang terdapat dalam tulisannya.Berikut di bawah ini merupakan satu contoh abstrak yang diambil dari artikel 3 yang ditulis oleh Djoni Dwijono, “Mendayagunakan Komputer Pribadi secara Maksimal dengan Ergonomics” dalam Buletin Informatika No. 13 tahun III/1997, hlm. 74 : Konsep Ergonomics telah melahirkan inovasi-inovasi yang baru di bidang disain mesin dan selalu berkembang dari waktu ke waktu agar mampu menghasilkan mesin yang benar-benar memaksimalkan kemampuan dan daya kerja manusia. Akan tetapi
dalam perkembangannya, ergonomics tidak hanya meliputi disain mesin melainkan juga meliputi cara kerja, prosedur-prosedur maupun lingkungan yang mendukung usaha kerja manusia berkat penelitian, pengembangan, dan inovasi yang kreatif.



Abstrak Informatif: Ringkasan (Precise)
Ringkasan merupakan penyajian singkat tentang isi tulisan dengan memperlihatkan urutan dari isi atau bab-bab yang terdapat dalam tulisan. Dalam bentuknya yang singkat itu, urutan tentang isi atau bab-bab tulisan disajikan secara proporsional. Pada prinsipnya di dalam ringkasan, gagasan dan pendekatan penulis telah tampak dan problematika berikut upaya pemecahan yang ada dalam tulisan disajikan berurutan sesuai bab-bab yang ada. Adakalanya ilustrasi juga disertakan dalam ringkasan. Adapun ringkasan dapat dicontohkan dari karya terjemahan yang berjudul Komputer: Tantangan Baru di Bidang Hukum yang diterbitkan oleh Airlangga Universiti Press pada tahun 1991 : Pembaca tidak harus memiliki pengetahuan yang mendalam baik dalam bidang Ilmu Hukum maupun Ilmu Informatika karena buku ini hanya menyajikan suatu sudut pandang sederhana tentang perubahan yang terjadi dalam ketentuan-ketentuan di bidang hukum dengan meluasnya penggunaan komputer. Bab pertama berisi uraian singkat mengenai cara kerja komputer dan empat bab
berikutnya menguraikan akibat-akibat yuridis dari pengunaan komputer ditinjau dari Hukum Perdata, Hukum Pidana, dan Hukum Tata Negara. Dari bab lima hingga bab delapan berisi uraian yang meliputi cara kerja komputer, bank data, otomatisasi oleh penguasa hingga peran komputer di bidang pendidikan yang kesemuanya dapat menjadi titik perhatian para ahli hukum maupun perancang undang-undang.
Akhirnya buku ini lebih merupakan sumbang pemikiran agar ilmu hukum dan praktek hukum mampu menjawab tantangan jaman karena masyarakat yang senantiasa berubah.

Abstrak Informatif: Ikhtisar (Summary)
Abstrak yang berbentuk ikhtisar sebenarnya sering digunakan para penulis dalam membuat kutipan secara tidak langsung ataupun di dalam menyimpulkan suatu uraian. Sebagai salah satu bentuk abstrak, ikhtisar juga merupakan penyajian singkat tentang isi 4 tulisan namun tidak mempertahankan urutan bab-bab yang ada seperti halnya pada ringkasan. Dengan demikian, problematika dan upaya pemecahan yang tersaji dalam tulisan dijelaskan secara ringkas dan bebas tanpa memberikan penjelasan mengenai isi dari seluruh tulisan secara proporsional. Ilustrasi pun kadang juga diperlukan dalam sebuah ikhtisar.
Dari uraian mengenai Abstrak, Ringkasan, dan Ikhtisar, maka dapat diketahui bahwa uraian yang disajikan baik dalam bentuk ringkasan maupun ikhtisar sifatnya tidak sesingkat abstrak. Selain gagasan utama yang dikandung dalam tulisan, pada ringkasan maupun ikhtisar disertakan ilustrasi untuk menjelaskan aspek-aspek yang dibahas dalam tulisan. Pada ringkasan sekalipun penyajiannya menurut bab-bab yang ada, namun adakalanya mengabaikan bab yang kurang penting seperti halnya pada penyusunan ikhtisar.

Panjang Abstrak
Tidak terdapat patokan yang absolut mengenai besar kecilnya ringkasan maupun ikhitisar namun bagi penulis pemula dapat mempergunakan patokan seperti misalnya apabila jumlah halaman tulisan adalah 250 halaman, maka proporsi untuk ringkasan atau ihtisar dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus di bawah ini : Jumlah halaman X baris setiap halaman X kata dalam dalam satu baris.
(250 X 25 X 9 ) = 56.250 kata maka jumlah halaman ringkasan atau ikhtisar yang dibutuhkan adalah :
56.250 : (25X9) = 250 kata = ± 1,1 halaman berukuran kuarto dalam 1 spasi atau ±2,5 halaman dalam 2 spasi pada kertas berukuran kuarto Patokan untuk menentukan jumlah baris dalam satu halaman maupun jumlah kata dalam satu baris seperti digunakan pada contoh di atas adalah berasal dari standar masyarakat ilmiah bahwa huruf yang dipakai untuk karya ilmiah adalah berukuran PICA pada mesin ketik atau sama dengan jenis huruf Times New Roman 12 pada program pengolah kata MS Word dan sejenisnya. 5 Rumus untuk menentukan ukuran ringkasan atau ikhtisar seperti di atas hanyalah gambaran umum yang tidak perlu ditetapkan secara ketat karena yang penting adalah ukuran dan keseimbangan proporsional dengan besar tebal tipisnya sebuah tulisan.

Ada 4 langkah penting yang harus dilaksanakan, yaitu
  1. Ciptakan ruang penelitan, hal ini dapat dilakukan dengan cara: (a) Nyatakan pentingnya bidang yang anda teliti (bisa ditunjukkan dengan banyaknya penelitian di bidang yang sama), (b) Tunjukkan kekurangan artikel ilmiah yang telah ada (dalam bidang yang sama tentu saja), (c) Tunjukkan tujuan artikel ilmiah anda
  2. Uraikan metodologi penelitian dengan jelas
  3. Nyatakan hasil penelitian (dengan singkat dan jelas tentu saja)
  4. Evaluasi-lah hasil penelitian yang telah dilakukan (kesimpulan artikel)
Panjang abstrak biasanya 100-200 kata.
Abstrak merupakan rangkuman dari isi tulisan dalam format yang sangat singkat. Untuk makalah, biasanya abstrak itu hanya terdiri dari satu atau dua paragraf saja. Sementara itu untuk thesis dan tugas akhir, abstrak biasanya dibatasi satu halaman. Untuk itu isi dari abstrak tidak perlu “berbunga-bunga” dan berpanjang lebar, cukup langsung kepada intinya saja. Memang kesulitan yang dihadapi adalah bagaimana merangkumkan semua cerita dalam satu halaman. Justru itu tantangannya. Ada juga tulisan ilmiah yang membutuhkan extended abstract. Kalau yang ini merupakan abstrak yang lebih panjang, yang biasanya disertai dengan data-data yang lebih mendukung. Biasanya extended abstract ini dibutuhkan ketika kita mengirimkan makalah untuk seminar atau konferensi.
Ini sebagian dari review saya terhadap hasil penelitian yang sudah jadi. Kebanyakan abstraksi di susun atas ‘jumlah bab’ pada laporan penelitian. Jika suatu laporan/skripsi terdiri dari 5 bab: (1) pendahuluan, (2) kajian pustaka, (3) metodologi, (4) analisis dan pembahasan,  (5) penutup. Maka hendaknya menulis abstraksi sebagai berikut:
  1. Paragraf pertama ringkasan dari ‘latar belakang/pendahuluan’
  2. Paragraf kedua ringkasan dari ‘kajian teori’
  3. Paragraf ketiga ringkasan dari ‘metodologi’
  4. Paragraf keempat ringkasan dari ‘analisis dan pembahasan’
  5. Paragraf kelimaringkasan dari ‘penutup/kesimpulan dan saran’

Sumber:
http://www.infoskripsi.com/Tip-Trik/Tips-Membuat-Judul-dan-Abstrak-Skripsi.ht
lecturer.ukdw.ac.id/othie/Abstrak-kesimp-saran.

Metode Ilmiah



Metode ilmiah atau proses ilmiah merupakan proses keilmuan untuk memperoleh pengetahuan secara sistematis berdasarkan bukti fisis. Ilmuwan melakukan pengamatan serta membentuk hipotesis dalam usahanya untuk menjelaskan fenomena alam. Prediksi yang dibuat berdasarkan hipotesis tersebut diuji dengan melakukan eksperimen. Jika suatu hipotesis lolos uji berkali-kali, hipotesis tersebut dapat menjadi suatu teori ilmiah.
Salah satu hal yang penting dalam dunia ilmu adalah penelitian (research). Research berasal dari kata re yang berarti kembali dan search yang berarti mencari, sehingga research atau penelitian dapat didefinisikan sebagai suatu usaha untuk mengembangkan dan mengkaji kebenaran suatu pengetahuan. Suatu penelitian harus memenuhi beberapa karakteristik untuk dapat dikatakan sebagai penelitian ilmiah. Umumnya ada empat karakteristik penelitian ilmiah, yaitu :
1.       Sistematik. Berarti suatu penelitian harus disusun dan dilaksanakan secara berurutan sesuai pola dan kaidah yang benar, dari yang mudah dan sederhana sampai yang kompleks.
2.       Logis. Suatu penelitian dikatakan benar bila dapat diterima akal dan berdasarkan fakta empirik. Pencarian kebenaran harus berlangsung menurut prosedur atau kaidah bekerjanya akal, yaitu logika. Prosedur penalaran yang dipakai bisa prosedur induktif yaitu cara berpikir untuk menarik kesimpulan umum dari berbagai kasus individual (khusus) atau prosedur deduktif yaitu cara berpikir untuk menarik kesimpulan yang bersifat khusus dari pernyataan yang bersifat umum.
3.       Empirik. Artinya suatu penelitian biasanya didasarkan pada pengalaman sehari-hari (fakta aposteriori, yaitu fakta dari kesan indra) yang ditemukan atau melalui hasil coba-coba yang kemudian diangkat sebagai hasil penelitian. Landasan penelitian empirik ada tiga yaitu :
a.       Hal-hal empirik selalu memiliki persamaan dan perbedaan (ada penggolongan atau perbandingan satu sama lain)
b.       Hal-hal empirik selalu berubah-ubah sesuai dengan waktu
c.       Hal-hal empirik tidak bisa secara kebetulan, melainkan ada penyebabnya (ada hubungan sebab akibat)
4.       Replikatif. Artinya suatu penelitian yang pernah dilakukan harus diuji kembali oleh peneliti lain dan harus memberikan hasil yang sama bila dilakukan dengan metode, kriteria, dan kondisi yang sama. Agar bersifat replikatif, penyusunan definisi operasional variabel menjadi langkah penting bagi seorang peneliti.

Unsur metode ilmiah
Unsur utama metode ilmiah adalah pengulangan empat langkah berikut:
2.      Hipotesis (penjelasan teoretis yang merupakan dugaan atas hasil pengamatan dan pengukuran)
3.      Prediksi (deduksi logis dari hipotesis)
4.      Eksperimen (pengujian atas semua hal di atas)

Karakterisasi

Metode ilmiah bergantung pada karakterisasi yang cermat atas subjek investigasi. Dalam proses karakterisasi, ilmuwan mengidentifikasi sifat-sifat utama yang relevan yang dimiliki oleh subjek yang diteliti. Selain itu, proses ini juga dapat melibatkan proses penentuan (definisi) dan pengamatan; pengamatan yang dimaksud seringkali memerlukan pengukuran dan/atau perhitungan yang cermat. Proses pengukuran dapat dilakukan dalam suatu tempat yang terkontrol, seperti laboratorium, atau dilakukan terhadap objek yang tidak dapat diakses atau dimanipulasi seperti bintang atau populasi manusia. Proses pengukuran sering memerlukan peralatan ilmiah khusus seperti termometer, spektroskop, atau voltmeter, dan kemajuan suatu bidang ilmu biasanya berkaitan erat dengan penemuan peralatan semacam itu. Hasil pengukuran secara ilmiah biasanya ditabulasikan dalam tabel, digambarkan dalam bentuk grafik, atau dipetakan, dan diproses dengan perhitungan statistika seperti korelasi dan regresi.

Prediksi dari hipotesis

Hipotesis yang berguna akan memungkinkan prediksi berdasarkan deduksi. Prediksi tersebut mungkin meramalkan hasil suatu eksperimen dalam laboratorium atau pengamatan suatu fenomena di alam. Prediksi tersebut dapat pula bersifat statistik dan hanya berupa probabilitas. Hasil yang diramalkan oleh prediksi tersebut haruslah belum diketahui kebenarannya (apakah benar-benar akan terjadi atau tidak). Hanya dengan demikianlah maka terjadinya hasil tersebut menambah probabilitas bahwa hipotesis yang dibuat sebelumnya adalah benar. Jika hasil yang diramalkan sudah diketahui, hal itu disebut konsekuensi dan seharusnya sudah diperhitungkan saat membuat hipotesis. Jika prediksi tersebut tidak dapat diamati, hipotesis yang mendasari prediksi tersebut belumlah berguna bagi metode bersangkutan dan harus menunggu metode yang mungkin akan datang. Sebagai contoh, teknologi atau teori baru boleh jadi memungkinkan eksperimen untuk dapat dilakukan.

Eksperimen

Setelah prediksi dibuat, hasilnya dapat diuji dengan eksperimen. Jika hasil eksperimen bertentangan dengan prediksi, maka hipotesis yang sedak diuji tidaklah benar atau tidak lengkap dan membutuhkan perbaikan atau bahkan perlu ditinggalkan. Jika hasil eksperimen sesuai dengan prediksi, maka hipotesis tersebut boleh jadi benar namun masih mungkin salah dan perlu diuji lebih lanjut. Hasil eksperimen tidak pernah dapat membenarkan suatu hipotesis, melainkan meningkatkan probabilitas kebenaran hipotesis tersebut. Hasil eksperimen secara mutlak bisa menyalahkan suatu hipotesis bila hasil eksperimen tersebut bertentangan dengan prediksi dari hipotesis. Bergantung pada prediksi yang dibuat, berupa-rupa eksperimen dapat dilakukan. Eksperimen tersebut dapat berupa eksperimen klasik di dalam laboratorium atau ekskavasi arkeologis. Eksperimen bahkan dapat berupa mengemudikan pesawat dari New York ke Paris dalam rangka menguji hipotesis aerodinamisme yang digunakan untuk membuat pesawat tersebut. Pencatatan yang detail sangatlah penting dalam eksperimen, untuk membantu dalam pelaporan hasil eksperimen dan memberikan bukti efektivitas dan keutuhan prosedur yang dilakukan. Pencatatan juga akan membantu dalam reproduksi eksperimen.

Evaluasi dan pengulangan

Proses ilmiah merupakan suatu proses yang iteratif, yaitu berulang. Pada langkah yang manapun, seorang ilmuwan mungkin saja mengulangi langkah yang lebih awal karena pertimbangan tertentu. Ketidakberhasilan untuk membentuk hipotesis yang menarik dapat membuat ilmuwan mempertimbangkan ulang subjek yang sedang dipelajari. Ketidakberhasilan suatu hipotesis dalam menghasilkan prediksi yang menarik dan teruji dapat membuat ilmuwan mempertimbangkan kembali hipotesis tersebut atau definisi subjek penelitian. Ketidakberhasilan eksperimen dalam menghasilkan sesuatu yang menarik dapat membuat ilmuwan mempertimbangkan ulang metode eksperimen tersebut, hipotesis yang mendasarinya, atau bahkan definisi subjek penelitian itu. Dapat pula ilmuwan lain memulai penelitian mereka sendiri dan memasuki proses tersebut pada tahap yang manapun. Mereka dapat mengadopsi karakterisasi yang telah dilakukan dan membentuk hipotesis mereka sendiri, atau mengadopsi hipotesis yang telah dibuat dan mendeduksikan prediksi mereka sendiri. Sering kali eksperimen dalam proses ilmiah tidak dilakukan oleh orang yang membuat prediksi, dan karakterisasi didasarkan pada eksperimen yang dilakukan oleh orang lain.
Ilmu pengetahuan atau pengetahuan ilmiah dapat dibedakan atas :
1.       Ilmu Pengetahuan Fisis-Kuantitatif, sering disebut pengetahuan empiris. Pengetahuan ini diperoleh melalui proses observasi serta analisis atas data dan fenomena empiris. Termasuk dalam kelompok ilmu ini adalah geologi, biologi, antropologi, sosiologi, dan lain-lain.
2.       Ilmu Pengetahuan Formal-Kualitatif, sering disebut pengetahuan matematis. Ilmu ini diperoleh dengan cara analisis refleksi dengan mencari hubungan antara konsep-konsep. Termasuk dalam kelompok ilmu ini adalah logika formal, matematika, fisika, kimia, dan lain-lain.
3.       Ilmu Pengetahuan Metafisis-Substansial, sering disebut pengetahuan filsafat. Pengetahuan filsafat diperoleh dengan cara analisis refleksi (pemahaman, penafsiran, spekulasi, penilaian kritis, logis rasional) dengan mencari hakikat prinsip yang melandasi keberadaan seluruh kenyataan.
Pelaksanaan metode ilmiah ini meliputi enam tahap, yaitu:
1.      Merumuskan masalah. Masalah adalah sesuatu yang harus diselesaikan.
2.      Mengumpulkan keterangan, yaitu segala informasi yang mengarah dan dekat pada pemecahan masalah. Sering disebut juga mengkaji teori atau kajian pustaka.
3.      Menyusun hipotesis. Hipotesis merupakan jawaban sementara yang disusun berdasarkan data atau keterangan yang diperoleh selama observasi atau telaah pustaka.
4.      Menguji hipotesis dengan melakukan percobaan atau penelitian.
5.      Mengolah data (hasil) percobaan dengan menggunakan metode statistik untuk menghasilkan kesimpulan. Hasil penelitian dengan metode ini adalah data yang objektif, tidak dipengaruhi subyektifitas ilmuwan peneliti dan universal (dilakukan dimana saja dan oleh siapa saja akan memberikan hasil yang sama).
6.      Menguji kesimpulan. Untuk meyakinkan kebenaran hipotesis melalui hasil percobaan perlu dilakukan uji ulang. Apabila hasil uji senantiasa mendukung hipotesis maka hipotesis itu bisa menjadi kaidah (hukum) dan bahkan menjadi teori.
Metode ilmiah didasari oleh sikap ilmiah. Sikap ilmiah semestinya dimiliki oleh setiap penelitian dan ilmuwan. Adapun sikap ilmiah yang dimaksud adalah :
1.       Rasa ingin tahu
2.       Jujur (menerima kenyataan hasil penelitian dan tidak mengada-ada)
3.       Objektif (sesuai fakta yang ada, dan tidak dipengaruhi oleh perasaan pribadi)
4.       Tekun (tidak putus asa)
5.       Teliti (tidak ceroboh dan tidak melakukan kesalahan)
6.       Terbuka (mau menerima pendapat yang benar dari orang lain)

Catatan ini adalah tugas review materi mata kuliah Bahasa Indonesia 2 yang disusun berdasarkan materi kuliah dan beberapa literatur dari buku dan internet.